Sistem dan Tata Kelola Pemerintahan yang Semakin Digital
Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan menuju digitalisasi sistem dan tata kelola pemerintahan. Hal ini ditandai dengan terbitnya beberapa peraturan presiden yang mengukuhkan kerangka kelembagaan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Peraturan-peraturan tersebut meliputi Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik, Perpres No. 132 Tahun 2023 tentang Arsitektur SPBE, dan Perpres No. 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
Transformasi digital dipercaya tidak hanya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan, tetapi juga mampu mengendalikan risiko penyalahgunaan dalam pengelolaan sumber daya publik. Transformasi ini mengubah tiga aspek penting: relasi kuasa antara negara dan warga, ruang publik untuk interaksi antara negara dan warga, dan lanskap advokasi proses kebijakan serta perbaikan tata kelola pemerintahan.
Namun, tantangan utama adalah bagaimana warga aktif, netizen, dan kelompok masyarakat sipil dapat memperkuat partisipasi dan kontrol publik dalam lanskap yang berubah ini. Berikut adalah tiga fokus utama yang akan dibahas:
- Kondisi Eksisting Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
- Praktik Platform Partisipasi Digital
- Strategi Memperkuat Partisipasi Digital
Kondisi Eksisting Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Untuk mengukur perkembangan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengembangkan E-Government Development Index (EGDI). EGDI adalah indeks gabungan dari tiga jenis indeks: Online Service Index (OSI), Human Capital Index (HDI), dan Telecommunication Infrastructure Index (TII).
Antara 2018 dan 2022, sepuluh negara dengan sistem pemerintahan terdigital meliputi Denmark, Finlandia, Korea Selatan, Selandia Baru, Eslandia, Swedia, Australia, Estonia, Belanda, dan Amerika Serikat. Negara-negara ini memiliki indeks partisipasi digital yang hampir sempurna. Misalnya, Denmark yang mengalami sedikit penurunan dari 1,000 (peringkat ke-1) menjadi 0,8644 (peringkat ke-12). Jepang saat ini menempati peringkat pertama dengan skor partisipasi digital sempurna, 1,000.
Selama periode yang sama, EGDI Indonesia meningkat dari 0,5258 menjadi 0,7160, memperbaiki peringkat dari ke-107 menjadi ke-77 dari 193 negara yang disurvei. Peningkatan ini disumbang oleh pertumbuhan setiap komponen indeks, seperti OSI yang meningkat dari 0,5694 menjadi 0,7438, TII dari 0,3222 menjadi 0,6397, dan HDI dari 0,6857 menjadi 0,7438.
Secara internal, indeks SPBE beberapa kementerian dan pemerintah daerah juga membaik. Misalnya, Kementerian BUMN meningkat dari 3,07 menjadi 3,84, Kementerian Pertanian dari 3,05 menjadi 3,75, dan Bappenas dari 3,18 menjadi 3,62. Di tingkat pemerintah daerah, Provinsi DKI Jakarta meningkat dari 3,19 menjadi 3,67, dan Jawa Barat dari 3,21 menjadi 3,37.
Praktik Platform Partisipasi Digital
Beberapa platform partisipasi digital telah mendapat pengakuan luas dari masyarakat dan terbukti efektif dalam proses elektoral, kebijakan, dan pengawasan pelayanan publik.
Platform kawalpemilu.org, yang dikembangkan oleh Ainun Nazid dan rekan-rekannya, telah menyediakan kanal partisipasi digital dalam proses elektoral. Platform ini membantu menyediakan data hasil pemilu yang kredibel dan memperkuat partisipasi publik dalam demokrasi.
Change.org adalah platform petisi yang memungkinkan publik mengajukan petisi kepada pembuat kebijakan. Platform ini cukup efektif, dengan banyak petisi yang berhasil, seperti pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual pada April 2022, didukung oleh hampir 350.000 netizen.
Platform SPAN-LAPOR adalah inisiatif pemerintah untuk mengelola pengaduan pelayanan publik. Platform ini telah melihat peningkatan penggunaan yang signifikan, dari 195.438 laporan pada 2020 menjadi sekitar 800.000 laporan pada Mei 2024.
Strategi Memperkuat Partisipasi Digital
Untuk memperdalam dan memperluas kanal partisipasi digital, beberapa langkah strategis diperlukan:
- Meningkatkan Aksesibilitas dan Infrastruktur Telekomunikasi: Meningkatkan aksesibilitas publik terhadap infrastruktur telekomunikasi adalah kunci untuk memperkuat partisipasi digital.
- Meningkatkan Literasi dan Budaya Digital: Literasi digital dan budaya digital yang baik akan memastikan bahwa masyarakat dapat memanfaatkan platform digital dengan optimal.
- Memperbaiki Desain Platform yang User-Friendly: Platform digital harus dirancang agar mudah digunakan oleh semua kalangan.
- Meningkatkan Akuntabilitas dan Responsivitas: Badan-badan publik harus akuntabel dan responsif terhadap masukan dan pengaduan dari masyarakat.
- Memastikan Transparansi Proses Digital: Proses digital harus transparan untuk mencegah korupsi dan meningkatkan kepercayaan publik.
Transformasi digital dalam sistem pemerintahan tidak hanya membawa peluang untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas, tetapi juga membuka ruang bagi partisipasi publik yang lebih luas dan kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meski demikian, tantangan tetap ada, dan diperlukan upaya bersama dari pemerintah dan masyarakat untuk memaksimalkan potensi digitalisasi ini demi kebaikan bersama.
Sumber:
- Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
- Perpres No. 132 Tahun 2023 tentang Arsitektur SPBE.
- Perpres No. 82 Tahun 2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional.
- E-Government Development Index (EGDI) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
- Data dan laporan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB).
- Platform kawalpemilu.org dan change.org.
- Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional-Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SPAN-LAPOR).
Sumber : Diskominfo
Penulis : Leo Randika., M.I.Kom.
Fotografer : -