Ruang Digital, Selamatkan Identitas Bangsa Dari Gempuran Budaya Luar
Jika ditilik dari asal katanya, “budaya” atau kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta, yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Jadi, arti dari kebudayaan itu adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh budi manusia.
Menurut Koentjaraningrat, wujud kebudayaan ada tiga macam: (1) Kebudayaan sebagai kompleks ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. (2) Kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola manusia dalam masyarakat. (3) Benda-benda sebagai karya manusia (Koentjaraningrat, 1974).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil proses kehidupan bermasyarakat yang menjadi budaya hidup sehari-hari, dan tertuang dalam berbagai wujud yang pada akhirnya menjadi kebudayaan yang diturunkan secara temurun. Perwujudan budaya ini dapat dilestarikan secara verbal, dilakukan secara manual, dan diwujudkan dalam berbagai karya seni.
Keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia merupakan salah satu kebanggaan warisan yang diturunkan secara turun-temurun oleh berbagai suku dan etnis. Hal ini merupakan kekayaan yang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena kebudayaan bisa tercipta atas latar belakang budaya yang ada di masyarakat. Kebudayaan bisa diwarisi jika dipelajari, dan disosialisasikan dengan baik ke masyarakat, baik yang berhubungan langsung dengan kebudayaan itu, maupun masyarakat di luar kebudayaan setempat.
Mewariskan dan menurunkan adat istiadat budaya ke generasi muda sangat penting, karena mereka yang akan menyampaikan ke generasi berikutnya. Apa yang akan terjadi jika suatu hari kebudayaan kita musnah? Kebudayaan yang beraneka ragam hilang begitu saja dari bumi pertiwi? Sehingga menjadi bangsa yang tidak beridentitas, tanpa jati diri.
Perkembangan digital kini menyentuh semua aspek dalam kehidupan manusia. Kemudahan dan kecepatan yang ditawarkan bahkan dapat mengubah pola hidup manusia, sehingga menggerus banyak warisan yang seyogyanya dipertahankan antara lain kebudayaan. Karena dinilai sudah tidak memenuhi kualifikasi perubahan zaman sekarang, tradisi ini mulai ditinggalkan. Masyarakat Indonesia semakin terpengaruh oleh kebudayaan luar melalui perkembangan teknologi modern yang semakin canggih.
Melalui media-media yang berkembang dengan pesat, semua informasi dan budaya dari luar terserap sempurna tanpa ada filterisasi dan pembedaan budaya. Kebudayaan dari luar diserap sedemikian rupa, sehingga tradisi lama yang dianggap kuno atau ketinggalan zaman mulai dilupakan. Bagaimanapun manusia selalu melakukan perubahan dan menjalani kehidupan yang penuh dinamika, kegiatan bekerja di perkantoran elit dan bertemu dengan klien sulit untuk dilakukan jika masih memegang tradisi yang tidak sesuai dengan budaya sekarang, seperti tato ataupun cuping panjang.
Walaupun demikian, budaya yang sudah tidak bisa diterapkan pada zaman sekarang tidak berarti ditinggalkan begitu saja, karena budaya tersebut adalah identitas, atau jati diri sebagai bangsa Indonesia yang kaya. Walaupun sudah tidak mempraktikkan budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari, seharusnya budaya bisa disampaikan dan diwariskan melalui berbagai cara untuk menjaga “kehadirannya”
Supaya gempuran budaya luar melalui media sosial tidak terinternalisasi ke dalam kehidupan sehari-hari, ada beberapa lagkah perlu dilakukan secara konsisten, salah satunya ialah dengan cara memanfaatkan media sosial itu sendiri untuk mempertahankan budaya lokal. Tawaran-tawaran yang diberikan oleh media sosial menjadi peluang yang sangat strategis untuk menanamkan, dan melestarikan budaya lokal, bahkan memperkenalkan budaya lokal tersebut ke taraf yang lebih luas.
Seperti yang dikemukakan oleh Hayati (2022) bahwa pada kenyataannya peluang strategis yang diberikan oleh sosial media atau new media belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam menanamkan, dan melestaraikan budaya lokal terutama budaya Kepulauan Bangka Belitung. Kurangnya pemanfaatan media sosial tidak hanya terjadi di bidang kebudayaan, tetapi juga terjadi di bidang politik sepeti yang dikemukakan Dwi Putri (2018) bahwa masih kurangnya pengetahuan mengenai mekanisme, dan peraturan berkampanye di media sosial. Meskipun demikian, media sosial juga memiliki pontesi yang cukup besar dalam pelestarian budaya lokal, seperti yang oleh Komunitas Aleut dan Sanggar Motekar dalam menginformasikan budaya-budaya lokal di media sosial (Zulfan, I dan Gumilar, 2014).
Untuk itu, pelestarian budaya di ruang digital menjadi perhatian bersama. Peran akademisi menjadi salah satu cara untuk mengenalkan pemanfaatan media digital untuk kelestarian budaya di Kepulauan Bangka Belitung. Melalui pelatihan dan sosialisasi ke sekolah-sekolah, akademisi bersama dengan tenaga didik dapat mempraktikkan penyebarluasan budaya lokal Bangka Belitung agar dapat dinikmati masyarakat luas sepanjang masa.
Seperti yang dilakukan Hayati dan kawan-kawan melalui pengabdian masyarakat yang didanai oleh LPPM Universitas Bangka Belitung melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan tema “Pemanfaatan Media Sosial dalam Melestaraikan Budaya Lokal Bangka Belitung”, dengan bekerja sama dengan Yudha yang merupakan salah satu Influence Bangka Belitung.
Dari kegiatan itu menekankan bahwa budaya lokal harus tetap dilestarikan, karena sebagai identitas kita dalam menghadapi gempuran globalisasi yang besar kemungkinan dapat menindas budaya lokal yang. Dengan cara yang lebih bijak dan efektif dalam memanfaatakan media sosial untuk melestarikan budaya lokal. Dengan tetap konsisten dalam mengunggah tema-tema budaya dan tetap gunakan bahasa, video, ataupun gambar yang tidak melanggar nilai norma yang belaku.
Oleh karena itu, peran serta masyarakat sudah sepatutnya dikembangkan dan tidak hanya mengandalkan pemerintah. Masyarakat termasuk generasi muda saat ini memiliki peran yang sangat besar untuk menjaga kelestarian kebudayaan dengan memanfaatkan ruang digital. Dengan pemahaman yang baik, penggunaan media digital untuk memelihara kebudayaan Indonesia dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengaplikasikan media digital tersebut di berbagai media dan industri atau bahkan masyarakat.
Sumber : Diskominfo Babel
Penulis : Imelda
Fotografer : Saktio