PANGKALPINANG – Ombudsman Babel mengadakan diskusi tematik membahas pelayanan Surat Tanah di Pemerintah Desa, Kelurahan, dan Kecamatan. Latar belakang diskusi ini tidak terlepas dari laporan berulang masyarakat terkait layanan administrasi pertanahan/agraria selama lima tahun terakhir yang cenderung tinggi. Pada kegiatan ini, menghadirkan narasumber dari Koordinator Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Frendra AH dan Kepala Satuan Tugas Program Pengendalian Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mutiata Carina Rizky Artha yang bertempat di Hotel Grand Safran, Rabu (6/11/2024).

Kegiatan diskusi tematik menghadirkan Inspektorat Daerah Kabupaten/Kota dan Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) se-Babel, serta pemerintah desa, kelurahan, dan kecamatan se-Babel. Di samping itu, kegiatan ini disiarkan secara live streaming Youtube Ombudsman Babel. 

Kepala Perwakilan Ombudsman Babel, Shulby Yozar Ariadhy menyampaikan kepada peserta yang hadir bahwa dalam penyelenggaraan layanan berpedoman pada kepastian standar pelayanan. Dalam diskusi tematik ini dapat mendorong penyelenggaraan layanan pertanahan/agrarian lebih baik lagi. 

Identifikasi permasalahan layanan pertanahan yang dilakukan oleh Ombudsman Babel, terdiri dari tidak adanya standar pelayanan yang jelas terkait permohonan surat tanah, tidak adanya kepastian proses penyelesaian atas layanan surat tanah, instrument pengawasan internal yang belum optimal dan integratif, minimnya pemahaman penyelenggaran tentang pelayanan prima yang diberikan kepada masyarakat, dan adanya permintaan biaya tanpa adanya dasar yang jelas, serta masyarakat/penyelenggara masih memaklumi gratifikasi atas layanan pertanahan.

Yozar menyampaikan dugaan maladministrasi yang sering dilaporkan terhadap layanan pertanahan, seperti perilaku atau perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan wewenang, penundaan berlarut, tidak memberikan pelayanan, penyimpangan prosedur, dan permintaan atau penerimaan imbalan. Atas identifikasi masalah dan dugaan maladministrasi yang terjadi, Ombudsman Babel ingin mendorong perbaikan layanan meliputi pengaturan jelas untuk kepastian pelayanan, penguatan integritas pejabat/petugas layanan, penguatan pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP), dan optimalisasi pengelolaan pengaduan internal pada unit layanan.

Dalam sambutannya, Yozar menyampaikan bahwa menjelang memasuki triwulan keempat ini diperlukan akselerasi dalam penerimaan dan verifikasi laporan masyarakat yang masuk ke Perwakilan Ombudsman Babel. 

“Dari jumlah aduan yang masuk ke tahap penerimaan dan verifikasi laporan ada 843 aduan akan kita masukkan di Sistem Manajemen Penyelesaian Laporan Ombudsman RI. Jumlah itu terdiri dari laporan masyarakat, respon cepat Ombudsman, investigasi atas prakarsa sendiri, dan konsultasi non laporan membutuhkan penyelesaian baik dari sisi substansi maupun administrastif," ujar Yozar.

Sementara itu, narasumber Frendra AH menyampaikan kedudukan kejati dalam penyelenggara layanan tanah sebagai bagian dari aparat penegakkan hukum dari Satgas Pemberantasan Mafia Tanah. Ia menyampaikan peraturan yang baru diterbitkan terkait pemberantasan kasus pertanahan terfokus pada pencegahan/preventif melalui Peraturan Menteri ATR/BPN.

Frendra menyampaikan bahwa, penyebab terjadinya laporan pertanahan dapat dilihat secara faktor internal dan eksternal. Di samping itu, terdapat berbagai modus mafia tanah, terutama yang paling banyak memalsukan dokumen. Dalam upaya untuk mendorong pencegahan kasus pertanahan dapat dilakukan seperti peningkatan kualitas SDM, peningkatan sistem informasi digital, penguatan regulasi dan kaji ulang regulasi sebelumnya di mana kecenderungan pembaharuan regulasi agrarian di Indonesia begitu lambat dibandingkan negara lain, serta penguatan sosialisasi kepada masyarakat dan penyelenggara pelayanan publik.

Sementara itu, Kasatgas Direktorat Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Mutiara Karina Rizki Artha menyampaikan strategi pencegahan dan penindakan gratifikasi. Rizki menyampaikan bahwa permasalahan gratifikasi tidak bisa dihilangkan akan tetapi bisa dikendalikan seperti edukasi, pencegahan, penindakan dan partisipasi publik.

Dalam konteks pelayanan, ada beberapa alasan terjadinya gratifikasi seperti tidak percaya pada pemberi layanan, informasi layanan tidak transparan, kebiasaan karena yang lain ikut memberi, pelayanan lambat kepada pengguna layanan, dan adanya agenda lainnya 

Menindaklanjuti hasil kajian ini, Ombudsman Babel akan mendorong perubahan ke arah yang lebih progresif dalam rangka meminimalisir aduan terkait layanan pertanahan. Di samping itu, para peserta yang hadir pada acara diskusi ini agar ada langkah lanjutan dalam rangka mendorong perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan layanan pertanahan secara sistematis dan menyeluruh. (*)