Sebagian besar orang, termasuk saya, tidak dapat membayangkan jika hidup saya tanpa secangkir kopi. Rasanya, kopi tidak hanya berfungsi untuk melarikan diri dari rasa pentak dan kantuk, tetapi juga memberikan kesempatan untuk bersosialisasi, menetapkan urutan tertentu, kemudian mempengaruhi aspek tertentu dari kehidupan kita. Pada awalnya, kopi bagi saya hanya sebuah kebiasaan sederhana. Sebuah cara untuk menjalani hari dengan energi yang cukup sehingga dapat melakukan aktivitas dengan penuh semangat. Namun, seiring berkembangnya waktu, saya menyadari bahwa kebiasaan meminum kopi ini lebih dari sekadar rutinitas. Kopi kini telah menjadi bagian dari gaya hidup, simbol kenikmatan, bahkan menjadi sebuah pengalaman hidup yang cukup menarik untuk dipelajari. Beberapa bulan yang lalu, saya lebih sering menghabiskan waktu di kafe untuk menikmati kopi. Pada awalnya, tujuan saya sederhana,yakni mencari tempat yang nyaman untuk mengerjakan tugas dan meminum kopi tanpa gangguan. Namun, kenyataan yang tidak bisa saya hindari adalah banyak kafe-kafe yang memberikan sesuatu yang lebih. Ruang yang di sediakan oleh kafe di desain menarik dan juga nyaman menjadi tempat dimana orang-orang dapat berkumpul atau bahkan untuk duduk sendiri merenung. Di momen inilah yang memberikan saya kesempatan untuk memaknai secangkir kopi secara perlahan. Meminum kopi bykan hanya memberikan ruang bagi pikiran tetapi juga memberikan ruang bagi perasaan. 

 

Akan tetapi, hal ini secara perlahan fenomena ini berkembang. Kopi tidak hanya sekadar menjadi pengalaman bagi diri sendiri, tetapi dapat menjadi simbol yang erat kaitannya dengan kehidupan digital kita di media sosial, terutama instagram, yang saat ini sangat berperan terhadap perubahan ini. Banyak pengunjung yang datang bukan semata-mata untuk menikmati cita rasa dari kopi itu sendiri, melainkan untuk mengambil foto kopi dan berbagi di sosial media. Sejarah kopi sebagiamana sebelumnya seringkali cukup santai dan intim, kini kopi menjelma menjadi sebagai objek visual yang ditampilkan untuk kepentingan sosial media. 

 

Mayoritas orang mengikuti tren ini bukan karena mereka memang benar-benar menyukai kopi melainkan hanya mengerjakan apa yang sedang populer untuk dilakukan. Rasa kopi bukan lagi menjadi prioritas utama tetapi perhatian kita jadi terpecah di antara titik estetika penyajian, seni latte art yang cantik, dan jenis kopi yang semakin up-to-date, formalitas suasana yang mendukung foto seolah hadir untuk menjadi standar baru untuk mendefinisikan siapa kita di dunia maya. Semua ini sering disebut dengan istilah “fear of missing out” atau “fomo". Namun demikian, diperlukan suatu perspektif lain untuk melihat budaya ngopi yang sesungguhnya. Kopi bukan hanya tentang rasa pahit, atau aromanya yang sangat khas, melainkan juga tentang waktu yang telah disisipkan untuk berhenti sejenak dari hiruk pikuk kesibukan di sepanjang hari. Dalam beberapa situasi, membagikan momen ngopi bersama justru bisa menjadi jembatan dalam membangun kedekatan sosial serta menghadirkan pengalaman yang menyenangkan. Namun, masih banyak pertanyaan yang muncul di benak saya seperti, apakah kita sekarang sudah kehilangan esensi sejati dari ngopi itu sendiri? Ketika semua perhatian tertuju pada sudut pengambilan gambar terbaik dan seberapa besar respon yang kita terima di media sosial, apakah kita masih benar-benar hadir di sana dengan kesadaran penuh bukan hanya sekadar mengikuti tren?

 

 Di tengah perkembangan teknologi dan budaya digital yang senantiasa cepat berkembang, aktivitas sederhana seperti menikmati secangkir kopi pun ikut mengalami pergeseran makna. Kini, secangkir kopi bukan lagi hanya tentang rasa dan juga aromanya yang khas, dan bagaimana kopi itu terlihat saat di depan kamera, serta bagaimana suasana tempat meminum kopi bisa terlihat menarik untuk dipajang dan bernilai estetika di media sosial, dan banyak hal lagi. Namun, saya meyakini bahwa pasti akan terasa  menjadi lebih bermakna apabila kita memberikan ruang untuk berhenti sejenak dari rutinitas kesenian visual ini dan benar-benar menikmati secangkir kopi dengan lebih sederhana yakni, sebagai teman yang menemani rasa sunyi, sebagai jeda untuk menenangkan pikiran, atau bahkan menggantikan lesu kita atas hiruk pikuk aktivitas sehari-hari yang padat. Saat perhatian kita bukan lagi hanya mengarahkan kami pada sisi tampilannya, namun pada keseluruhan pengalaman yang hadir bersama secangkir kopi, maka kegitan kegiatan sederhana meminum kopi ini bisa kembali menjadi momen yang lebih pribadi, hangat, dan berarti. Karena pada akhirnya, meminum kopi ini bukanlah hanya soal apa yang kita minum tetapi tentang bagaimana kita memberik makna pada waktu yang kita luangkan bersamanya.