Kesehatan Mental Anak Menuju Indonesia Emas 2045
MASALAH kesehatan mental tidak hanya dialami oleh orang dewasa, tetapi juga remaja dan anak-anak. Dalam kelompok ini, konsumsi media sosial yang tinggi berpotensi meningkatkan risiko gangguan konsentrasi. Oleh karena itu, peran keluarga menjadi sangat penting dalam melindungi anak dari masalah kesehatan mental yang semakin mengkhawatirkan.
Menuju era Indonesia Emas 2045, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk mempersiapkan generasi muda yang berkualitas demi mempercepat pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Generasi muda yang saat ini duduk di bangku sekolah akan menjadi pemimpin masa depan Indonesia, dengan 70 persen penduduknya berada pada usia produktif. Namun, bonus demografi ini akan menjadi tantangan besar jika tidak diiringi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Tantangan Kualitas Sumber Daya Manusia
Peningkatan kualitas manusia meliputi berbagai aspek, salah satunya adalah kesehatan mental. Kesehatan mental merupakan syarat utama untuk menghadapi tekanan dan tuntutan zaman yang semakin kompleks.
Namun, data terbaru menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental di kalangan generasi muda masih membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat.
Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, sekitar satu dari tiga anak usia 10-13 tahun mengalami masalah kesehatan mental. Proporsi yang sama juga ditemukan pada remaja usia 14-17 tahun.
Sekitar 10,6 persen dari responden generasi muda mengalami masalah pemusatan perhatian atau hiperaktivitas (ADHD), yang menjadi masalah kesehatan mental terbesar kedua setelah kecemasan.
Media Sosial dan Kesehatan Mental
Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi media sosial dan risiko gangguan konsentrasi.
Data dari Profil Anak 2020 yang disusun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), menemukan korelasi positif antara tingkat gangguan konsentrasi pada anak dan tujuan mengakses internet untuk media sosial pada anak usia 7-17 tahun dari 34 provinsi. Hasilnya menunjukkan nilai 0,358 dengan nilai korelasi rho sebesar 0,037 pada tingkat signifikansi 0,05.
Survei McKinsey Health Institute pada 2022 juga menemukan hubungan antara durasi penggunaan media sosial dan memburuknya kesehatan mental generasi Z (usia kurang dari 24 tahun). Sebanyak 31 persen responden generasi Z yang menggunakan media sosial lebih dari dua jam per hari melaporkan dampak negatif pada kesehatan mental mereka, dibandingkan dengan 24 persen yang menggunakan media sosial kurang dari dua jam per hari.
Peran Keluarga dalam Mengatasi Masalah
Meskipun korelasi ini penting, ada banyak faktor lain yang mempengaruhi munculnya masalah kesehatan mental. Namun, temuan ini dapat menjadi petunjuk penting bagi orang tua untuk memberikan perhatian lebih terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak mereka.
Di Indonesia, ketergantungan terhadap media sosial cukup tinggi. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet pada Januari 2023 menunjukkan bahwa 41,4 persen responden menghabiskan lebih dari dua jam per hari di media sosial, dan 18,9 persen di antaranya lebih dari empat jam sehari.
Jajak pendapat Litbang Kompas pada Juni 2023 juga menemukan bahwa 50,1 persen responden menyatakan masalah terbesar yang dihadapi anak-anak mereka adalah kecanduan gawai, termasuk media sosial.
Keluarga harus menjadi benteng pertahanan dalam mendampingi penggunaan media sosial oleh anak-anak. Sayangnya, laporan Indeks Kualitas Keluarga 2021 menunjukkan bahwa hanya 15,3 persen rumah tangga dengan anggota berusia 0-17 tahun yang melakukan aktivitas bersama dalam mengakses internet.
Kondisi ini mencerminkan kurangnya pendampingan dan pengawasan dari keluarga, yang membuka celah bagi munculnya masalah kesehatan mental.
Namun, keluarga masih memiliki peluang untuk mengubah situasi ini. Langkah awal yang bisa diambil adalah melakukan evaluasi internal terkait penggunaan media sosial dalam keluarga.
Orang tua dapat membiasakan penggunaan internet secara bersama dengan anak-anak untuk mengajarkan keterampilan literasi digital dan memilah informasi yang tersedia di media digital.
Dengan mendampingi anak-anak dalam mengonsumsi konten media sosial, mereka dapat lebih selektif dan terlindungi dari dampak negatifnya. Jika upaya ini dibarengi dengan kebijakan terpadu untuk meningkatkan kualitas kesehatan mental secara menyeluruh, Indonesia bisa menyambut masa keemasan pada 2045 dengan generasi yang sehat dan produktif.
Sumber : Penulis
Penulis : Leo Randika., M.I.Kom
Fotografer : Zi