Kepunen, Mitos yang Dihormati Masyarakat Bangka Belitung
HAMPIR di setiap pelosok Indonesia terdapat sebuah mitos. Tak jarang hal itu tetap terjaga hingga kini, seperti halnya "Kepunen". Sebuah mitos pantangan-pantangan yang dihormati, dan dijunjung tinggi oleh sebagian besar masyarakat Bangka Belitung.
Istilah ini mungkin terdengar asing bagi sebagian besar masyarakat di luar kepulauan ini, namun bagi penduduk setempat, kepunen adalah bagian dari kehidupan sehari-hari yang tak bisa dipisahkan. "Kepunen" atau "kepun" merupakan sebuah istilah pantangan yang berkaitan dengan makanan.
Kepunen diartikan ketika seseorang ingin pergi, lalu ditawari makan dan minum, tetapi tidak mengindahkan, atau menolak walaupun sekadar mencicipi. Diyakini, jika menolak, akhirnya akan tertimpa musibah. Maka (minimal) ia harus "nyalet/malet", atau "nyabit" sebagai tanda hormat kepada sang Pemberi Rezeki.
Masyarakat setempat mempercayai bahwa jika seseorang tidak melakukan ini, Tuhan bisa menjadi murka, karena merasa pemberian-Nya tidak dihargai, sehingga hal ini bisa mendatangkan kecelakaan bagi orang tersebut.
Mungkin bagi kita, mitos ini terdengar sedikit kejam, atau bahkan menakutkan. Namun, di balik itu semua, ada pesan mendalam tentang pentingnya menghargai rezeki, dan berterima kasih atas apa yang kita miliki. Dalam konteks yang lebih luas, kepunen mengajarkan kita untuk selalu bersyukur, dan tidak menyia-nyiakan makanan yang telah diberikan.
Bagi masyarakat Bangka Belitung, tradisi kepunen bukan sekadar mitos, tetapi juga sebuah simbol dari rasa hormat terhadap leluhur dan Tuhan. Meskipun dunia semakin moderen, mereka tetap memegang teguh kepercayaan ini sebagai bagian dari identitas budaya mereka. Kepunen adalah contoh bagaimana warisan budaya masih bisa hidup berdampingan dengan kemajuan zaman, tanpa kehilangan esensinya.
Sebagai masyarakat yang hidup di negara dengan keberagaman budaya yang begitu besar, kita perlu belajar untuk menghargai, dan menghormati setiap etika masyarakat lokal yang ada, termasuk kepunen.
Tidak perlu untuk percaya, namun jika kita bukan bagian dari masyarakat yang meyakininya, tetapi untuk memahami, dan menghargai keyakinan orang lain adalah bentuk dari toleransi, dan penghormatan terhadap keragaman yang ada di Indonesia.
Jadi, jika suatu saat Anda berkunjung ke Kepulauan Bangka Belitung, dan dijamu dengan makanan oleh penduduk setempat, ingatlah tentang kepunen. Jangan lupa untuk menghargai setiap sajian yang diberikan, bukan hanya sebagai bentuk kesopanan, tetapi juga sebagai penghormatan terhadap warisan yang secara turun-temurun hadir di kepulauan yang indah ini.
Sumber : Mg
Penulis : Selvi Andraini
Fotografer : Nicoletaionescu