Internet Dalam Pembelajaran Usia Sekolah, Tetapi Buku Masih Menjadi Pilihan
BUKU adalah jendela ilmu pengetahuan. Slogan ini tentu masih terngiang-ngiang di telinga kita yang lahir pada era tahun 80 hingga 90 an. Berbeda dengan kaum milenial, anak yang lahir pada masa transisi digitalisasi, apalagi di era digitalisasi saat ini, kecenderungan mereka tak tertarik untuk mempunyai koleksi buku.
Harus kita akui, perlu mengeluarkan uang tabungan yang cukup banyak untuk membeli buku kesukaan kita. Selain mahal, pembandingnya adalah harga beli kuota internet jauh lebih murah.
Akses bacaan seperti e-book sangat mudah didapatkan, dan bisa dibeli dengan harga yang relatif murah.
Di era ini, internet menjadi percepatan proses belajar mengajar, bahkan praktis dan hemat. Mencari informasi terkait ilmu pengetahuan menjadi hal mudah tanpa harus menunggu informasi menjemput bola. Bandingkan saja, dulunya informasi terkait perguruan tinggi dan ketersediaan jurusan harus menunggu sosialisasi dari kampus-kampus sebagai media promosi. Barulah kita tertarik dan ikut pendaftaran masuk universitas, itupun perlu ditambahkan kemudahan pendaftaran dan tes yang dilakukan di sekolah, artinya perguruan tinggi harus menjemput bola ke sekolah-sekolah menengah atas.
Sementara saat ini, semua informasi dengan mudah diakses melalui internet. Website yang mudah diaplikasikan menyediakan berbagai informasi jurusan, bahkan pendaftaran online mempermudah pelajar menuju jenjang mahasiswa.
Secara bijak, hal ini mempermudah banyak hal, mempercepat proses hingga menghemat biaya yang harus dikeluarkan. Paling-paling kita hanya perlu kuota internet yang juga disajikan dengan paket-paket hemat.
Dunia pendidikan merasakan sekali manfaatnya, seperti saat era pandemi, aplikasi zoom meeting tiba-tiba menjadi tenar dan diakses semua kalangan bahkan hingga tingkat PAUD/TK yang melakukan pembelajaran secara online.
Orang tua, sebagai pembimbing anak di rumah semasa Covid-19 melanda hingga 2 tahun setidaknya, sangat membutuhkan aplikasi ini untuk buah hatinya tetap mendapat pembelajaran walau pandemi tidak mengizinkan masyarakat untuk bepergian keluar rumah termasuk untuk pendidikan.
Pro dan kontra tetap terjadi, tidak melulu apa yang tersedia di era digital menjadi kesetaraan hak mendapat ilmu pengetahuan. Karena masih banyak masyarakat yang belum bisa menggunakan digitalisasi dengan mudah karena berbagai faktor. Faktor ekonomi salah satunya, ketika ekonomi tidak bisa mendukung fasilitas pribadi bisa dimiliki tiap pelajar tentu menjadi hambatan dibanding pelajar lain dengan latar belakang orang tua yang bisa memfasilitasi gadget untuk pembelajaran.
Selain itu, penyalahgunaan dan ketidakbijakan orang tua dalam memberikan fasilitas ini juga menjadi kendala, karena belum tentu buah hati mereka menggunakan fasilitas ini dengan tepat. Artinya tidak semua hanya menggunakannya untuk pendidikan, tetapi penyalahgunaan seperti media sosial yang tidak tepat usia hingga game online bahkan judi online.
Ada lagi yang lebih miris, adalah fasilitas jaringan internet di daerah terpencil, karena memang nyatanya tidak semua daerah bisa mengakses internet dengan mudah. Kendala tidak tersedianya jaringan internet di daerah tentu sangat menghambat.
Bagaimana Najwa Menggapai Cita-Citanya Menjadi Dokter
Seperti yang terjadi dengan Najwa Alza Balqis yang berusia 12 Tahun asal Desa Celagen, Kecamatan Kepulauan Pongok, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung.
Najwa yang selalu juara kelas di SD Negeri 3 Kepulauan pongok adalah gadis kecil menyukai pelajaran IPA, bercita-cita menjadi dokter dan mengaku senang bersekolah untuk bertemu banyak teman dan belajar banyak ilmu di sekolahnya yang jauh dari pusat kota yang bisa dirasakan dengan lebih dulu menempuh perjalanan 1 jam, dan kapal laut selama 4 jam.
"Saya lebih senang belajar dari buku-buku pelajaran dari sekolah. Buku-buku ini untuk 1 kelompok yang berjumlah 3 orang," ceritanya, buku ini didapat dari perpustakaan sekolah untuk para pelajar.
Menurutnya, pekerjaan dokter adalah membantu orang yang sakit, yang diketahuinya ketika ditemui saat kunjungan dokter ke Kepulauan Pongok.
Najwa belum tahu akan berkuliah di mana untuk menjadi dokter, yang Najwa tahu adalah perlu belajar dengan giat melalui pembelajaran di sekolah dan buku-buku yang bisa dibelinya. Itu pun harus menabung dari menyisihkan uang jajannya untuk membeli buku-buku pelajaran atau membeli kuota internet sesekali.
Anak dari seorang bapak yang berprofesi sebagai nelayan, dan ibunya adalah ibu rumah tangga sekaligus mengurus warung kecil di rumahnya, kedua orang tuanya ini hanya bersekolah hingga SD karena dulu tidak ada SMP di kecamatan ini.
Najwa bercerita dirinya memiliki gadget, sebuah handphone yang biasa digunakannya untuk membuka aplikasi yang menyediakan konten-konten anak.
"Buka handphone juga bukan hanya buka tontonan anak-anak, tapi juga mencari tahu tentang kedokteran atau sekolah-sekolah lain dan saya tertarik untuk bercita-cita menjadi dokter untuk bisa membantu warga-warga sekitar," aku Najwa.
Berharap sekolah yang nyaman dan bersih, teman-teman yang baik dan buku-buku pelajaran yang cukup. SD tempatnya menimbah ilmu saat ini, juga diharapnya bisa maju dan semakin lebih baik.
"Jaringan Internet jarang sekali bagus disini, najwa ingin sekolah bisa ada wifi agar bisa belajar online lancar, tidak terganggung jaringan yang buruk," ceritanya bahwa jaringan buruk bisa terjadi hingga sepekan ini disebabkan jauh dari akses kota dan sangat terganggu belajarnya yang harus menggunakan internet.
Bagi seorang Najwa, buku masih menjadi jendela ilmu pengetahuan yang akan membawanya meraih cita-cita menjadi seorang dokter, bisa membantu warga di desanya yang sakit.
Najwa bukan tidak bisa mengakses internet, tetapi fasilitas jaringanlah yang menjadi hambatannya.
Era digitalisasi memang sangat memudahkan dunia pendidikan, ilmu pengetahuan mudah diserap, jika secara bijak digunakan maka memberi manfaat yang baik bagi para pelajar.
Tetapi buku tetap menjadi pilihan karena kadang kendala terjadi, seperti contoh pada Najwa yang sudah cakap digital, tetap kesulitan dalam menakses.
Sumber : -
Penulis : Nona
Fotografer : Iyaszi