Oleh: Leo Randika

Ketua Tim Pengelolaan dan Penyedian Informasi Diskominfo Babel

 

Kebenaran tidak lagi mendasarkan dari fakta objektif yang bisa dinalar dan diverifikasi, tetapi lebih pada aspek emosional dan prefensi personal. Keberlimpahan informasi menebar ketidakpastian dan kebenaran dengan minim akurasi faktual akan mengganggu kohesi soial. Akurasi dan data faktual menjadi subordinat dari emosi dan prefensi personal. kondisi ini didukung oleh kehadiran teknologi komunikasi digital berbasis internet.

Semenjak gadged memasyarakat, volume informasi semakin melimpah, saat ini, hampir setiap orang memegang handphone. berdasarkan data dari World Population Review 2024, Indonesia masuk top 3 pengguna Handphone terbanyak di dunia, ada 385.6 juta handphone yang digunakan oleh masyarakat Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, hingga pertengahan Juni 2024, penduduk Indonesia mencapai 281,6 juta jiwa. Artinya jumlah handphone di Indonesia melebihi jumlah penduduk Indonesia itu sendiri.

Sejak awal penggunaan handphone dimulai, para ahli komunikasi sudah mengingatkan bahwa akan terjadi pemanfaatan alat tersebut secara negatif. Penggunaan teknologi komunikasi dan informasi tidak hanya berkontribusi positif dalam kegiatan dan kehidupan manusia, tetapi juga sebaliknya, dapat menimbulkan kemunduran mental dan keterpurukan moral.

Robert N. Anthony dan John Dearden Mereka pendapat bahwa informasi merupakan kenyataan, item, atau data yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan penerimanya. Stephen A. Moscove dan Mark G. Simkin Mereka menyebutkan bahwa informasi adalah suatu bentuk nyata yang berguna untuk memberi keputusan. Kesimpulannya, informasi adalah suatu fakta yang memiliki nilai bagi orang-orang yang menerimanya. Djoko Darmoyo (2020).

Menilai suatu informasi atau konten  yang disampaikan sebagai informasi hoaks atau bukan, tidak lah mudah, karena sangat sulit dibedakan, apalagi jika informasi tersebut “disukai” netizen. Netizen adalah penggabungan dari dua kata yakni internet dan citizen yakni pengguna internet atau bisa juga disebut warga internet. Dengan makna lain yakni orang – orang yang aktif dan beraktifitas di dunia internet. Netizen merupakan istilah yang merujuk kepada individu-individu yang aktif berpartisipasi dalam dunia maya, terutama dalam platform-platform sosial dan internet secara umum.

Netizen memiliki kebiasaan untuk menyukai dan menerima seluruh informasi yang sesuai dengan ideologi atau cara berpikirnya meskipun konten tersebut hoaks, sebaliknya, justru netizen menolak atau menolak percaya dengan fakta-fakta objektif yang berlawanan dengan ideologinya. Penyebaran informasi hoaks diperparah dengan mudahnya membagikan informasi atau konten di media soisal. Netizen sangat mudah untuk membagikan konten-konten yang Ia sukai tanpa melakukan verifikasi ulang.

Berdasarkan teori perbedaan individu, tiap individu akan menanggapi berbeda informasi yang diterimanya sehingga pengaruh yang diterimanya akan berbeda juga, bergantung pada minat, kepentingan, serta tingkat penerimaan khalayak komunikan (Sumadira, 2014).

Pada akhirnya kembali lagi kepada netizen untuk selalu bijak dan cerdas dalam menggunakan media sosial. mereka juga dituntut untuk memiliki kemampuan literasi media digital. Dibutuhkan kepekaan dan keinginan untuk selalu bersikap tidak mudah percaya pada informasi yang diterimanya sehinga setiap saat melakukan pengecekan mengenai kebenaran fakta yang ada dalam informasi tersebut agar penyebaran informasi yang tidak benar dapat dicegah.