LAPANGAN laut Nek Aji mulai ramai didatangi pengunjung yang akan menyaksikan perhelatan setahun sekali. Perlombaan segala jenis minat bakat siswa yang selalu diselenggarakan dalam setahun sekali. Tampak mereka sudah sangat siap dengan penampilan terbaik mereka agar bisa tembus ke provinsi. Impian kami adalah masuk ke Provinsi, sedangkan di sana urusan belakang.

Ku lihat dari SMA Negri 20, salah satu SMA Favorit di kotaku, mereka datang dengan tim suporter yang banyak. Mereka mengirimkan beberapa perwakilan untuk mengikuti lomba menyanyi dengan memainkan alat musik.
Ku lihat Asti seperti merasa tidak yakin akan menang melihat saingan dari SMA lainya sangat bagus.

Mereka dengan pakaian yang menarik, wajah yang di make-up, dan alat musik yang bagus. sedangkan Asti hanya mengenakan seragam putih abu-abu dan gitar klasik yang selalu dia bawa ke sekolahnya.

“Asti... Kau jangan khawatir. Jodoh maut rejeki sudah ada yang mengatur. Kalau itu memang rejekimu, meskipun kamu hanya mengenakan seragam putih abu-abu. Yakinlah. rejeki itu pasti ke tanganmu, tapi sebaik apapun penampilan kalau itu bukan rejekimu ya gak bakal kamu terima rejeki itu,” Ucapnya sambil memberikan semangat agar tidak down melihat penampilan dari SMA Negri 20 dan beberapa SMA lainnya.

Tiba-tiba terdengar suara dari MC pemanggilan peserta berikutnya.

“No urut 10 atas nama Asti dari SMA Swasta Matahari segera naik ke ats podium” Terdengar suara keras dari pelantang di atas podium.
“Semangattt Asti si tukang ngupil” teriak kamu dengan keras.
“Yeeee kasih semangat sih semangat, tapi jangan bilang tukang ngupil juga keles,” Ucap Asti sambil memonyongkan bibirnya. Kami hanya tertawa terbahak-bahak.

Asti dengan langkah pasti menaiki podium dan duduk di sebuah kursi yang telah disediakan. Dengan yakin Asti mulai memetikkan gitar dengan lagu bebas. Lagu yang selalu dia nyanyikan di sekolah pada saat jam istirahat atau pada saat jam kosong ketika guru sedang melakukan rapat di kantor.

Petikan suara gitar dan alunan suara Asti seakan membius penonton dan juri. Bahkan, ada juri sampai menitikkan air mata seakan masuk ke dalam lagu yang dibawakan oleh Asti. Aku merasa seperti berbeda dengan lagu yang dibawakan Asti kala ini. Lagu yang dibawakan seakan lagu perpisahan buat semuanya ataukah hanya perasaanku saja.

Ku lihat Nono menatap Asti dengan  wajah yang sulit dijelaskan. Entah apa yang dia rasakan. Semenjak tahu Asti menyatakan perasaan suka kepadanya. Dia menjauh dan kabar terakhir dia menerima rasa sang kakak kelas.

Apa karena Asti gemoy kah? Aku hanya bisa menerka-nerka.

Tak lama dia pergi, tapi ku lihat seperti ada air mata yang perlahan menetes di matanya. Entahlah, aku tak begitu jelas melihatnya, karena jarak yang jauh dari kami berkumpul.

Akhirnya, yang ditunggu-tunggu pun tiba. Pengumuman pemenang yang sangat mendebarkan hati. Kami duduk di belakang dengan tangan saling menggengggam. Siap jika hasil yang kami dengar bukan rezeji milik Si Asti yang super usil.

“Baiklahhhhh... Pemenang juara 1 kali ini diraih oleh ..... Astiiiii dari SMA Swasta Matahari. Selamat kepada Asti yang akan mewakili ke tingkat provinsi, kami berharap bisa membawa nama baik di tingkat provinsi,” Ucap MC dengan suara lantang.

“Haaahhhhhh... Beneran ni aku juara satu, juri gak salah ngomong kan.” Kata Asti sambil melongo. 
“Beneran Asti. Itu rejikumu. cepet ke atas panggung nanti tu tropi dan uang digondol kucing lho” ucap kami berseloroh.
“Ada gitu konsep digondol kucing,” Ucap Asti sambil berlari cepat ke atas panggung. 
“Yessss bisa beli gitar baru” Teriak Asti di atas panggung.
“Busyet tu anak, gak ada malu-malunya” Kataku sambil tertawa, tak sadar ku lihat Nono ada berada di belakang kami.
“Selamat Upil” teriak kami kompak.
“Kau tak ikut teriak kayak kami No. Biasanya suaramu ikut terdengar keras?” Ucapku sambil menyenggol Aeni dan Rinda.

Nono tak menjawab, hanya tersenyum tipis dan melenggang pergi. Semenjak sekolah kami memenangkan perlombaan menyanyi, kini SMA Swasta Matahari tak dipandang sebelah oleh sekolah lain.


Bersambung…