Animasi Indonesia: Dari "Si Doel Memilih" hingga Kejayaan Jumbo, Sebuah Perjalanan Panjang yang Penuh Warna
Dulu, kita cuma bisa menganga kagum menonton animasi luar negeri yang luar biasa, seperti Pixar, Disney, DreamWorks dan lainnya, yang bikin nangis bombay, keindahan visual yang memanjakan mata, cerita magisnya, humor, dan aksi seru. Sedangkan kita cuma bisa ngedumel, “Kapan ya Indonesia bisa bikin animasi sehebat itu?”
Jawabannya ternyata: sekarang.
Perjalanan animasi di negara ini seperti sedang naik sepeda ontel di jalanan berliku: banyak tantangan dan jatuh bangun, tetapi akhirnya sampai ke tujuan. Kisah animasi Indonesia, dari animasi pertama yang dibuat untuk kampanye politik hingga film animasi Jumbo yang sukses. Per Minggu, 27 April 2025, Jumlah penonton Jumbo menembus angka 7.155.920 penonton dan memecahkan rekor sebagai film animasi terlaris di Asia Tenggara.
Awal Mula: Animasi untuk Kampanye Politik
Industri animasi Indonesia sejatinya bukanlah fenomena baru yang tiba-tiba meledak. Animasi Indonesia sebenarnya sudah dimulai sejak era 1950-an, jauh sebelum kita mengenal serial Adit & Sopo Jarwo, Nussa, Si Juki, dan Jumbo yang sekarang populer di layar kaca. Animasi pertama Indonesia dibuat untuk iklan kampanye, berjudul 'Si Doel Memilih’ pada 1955 karya Dukut Hendronoto. Ini adalah awal mula animasi modern di Indonesia yang kemudian berkembang perlahan dengan segala keterbatasan teknologi dan sumber daya.
Era 70-an dan 80-an: Studio Anima Indah dan Pak Raden
Masuk ke tahun 1970-an, muncul studio animasi pertama bernama Anima Indah yang didirikan oleh seniman Amerika, Luqman Lateef, Di era ini juga muncul karya-karya legendaris seperti kartun Kayak Beruang (1979) karya Dwi Koendoro dan Pramono, yang menjadi pencetus produksi animasi dalam negeri. Di era itu, animasi Indonesia masih sangat sederhana dan terbatas, namun semangat untuk berkarya sudah menyala.
Tidak bisa dilupakan juga peran besar Drs. Suyadi alias Pak Raden, yang membawa animasi Indonesia ke level yang lebih luas lewat serial seperti Si Huma (1983), Si Unyil, dan Timun Mas. Dengan teknik stop motion, papercut, dan animasi 2D, karya Pak Raden berhasil mencuri perhatian masyarakat dan menjadi bagian penting dari sejarah animasi Indonesia.
Tahun 2000-an hingga 2010-an: Kebangkitan
Tahun 2000-an dan 2010-an, animasi Indonesia mulai menunjukkan kemajuan signifikan. Pada era ini banyak studio animasi yang bermunculan dan teknologi animasi mulai berkembang dari 2D ke 3D. Produksi animasi menjadi lebih masif dan beragam, mulai dari serial seperti Adit & Sopo Jarwo yang jadi idola anak-anak karena cerita persahabatan yang lucu, ada juga Nussa yang islami tapi tetap menarik, sampai Si Juki yang absurd tapi relatable.
Era Modern: Kejayaan Jumbo
Puncaknya adalah kesuksesan film animasi Jumbo yang pada tahun 2025 berhasil mencatatkan sejarah sebagai film animasi Indonesia pertama yang menembus lebih dari 7 juta penonton, bahkan masuk dalam 10 besar film Indonesia terlaris sepanjang masa. Jumbo juga mengalahkan rekor film animasi sebelumnya seperti ‘Si Juki The Movie: Panitia Hari Akhir’. Jumbo, film animasi karya Ryan Adriandhy dan Visinema Studios, telah membuktikan bahwa animasi Indonesia bisa bikin bioskop penuh dan membuat netizen bangga. Dengan melibatkan lebih dari 400 kreator selama lima tahun, film ini membuktikan bahwa animator Indonesia mampu menghasilkan karya berkualitas tinggi yang bisa bersaing di kancah global.
Apa yang Istimewa dari Jumbo? Saat saya menonton Jumbo di bioskop. Awalnya saya tidak memiliki ekspetasi yang tinggi dengan film Jumbo dan merasa ini hanya kartun pada umumnya. Ternyata saya salah, waktu lagu ‘Selalu Ada di Nadimu’ mulai mengalun di adegan klimaks, tiba-tiba air mata saya sudah mengalir deras. Saya merasa terhanyut dengan cerita yang disajikan.
Jumbo mengangkat kisah Don, anak yang sering diejek ‘Jumbo’ karena tubuhnya besar, dan harus menghadapi kehilangan orang tua. Cerita ini bukan hanya soal petualangan Don dan teman-teman, tapi juga soal duka, harapan, dan keberanian anak-anak dalam menghadapi hidup. Penonton diajak menelusuri perjalanan Don yang ingin membuktikan diri lewat pentas bakat. Cerita Jumbo terasa sangat hangat, penuh warna, dan dekat dengan keseharian dan dapat diterima semua kalangan masyarakat, baik itu orang dewasa atau anak-anak.
Salah satu keunggulan Jumbo yang paling banyak dibicarakan adalah soundtrack-nya. Lagu-lagu seperti ‘Selalu Ada di Nadimu’ (BCL), ‘Kumpul Bocah’ (Maliq & D’Essentials), dan ‘Dengar Hatimu’ bukan sekadar pemanis, tapi bagian integral dari narasi.
Langkah Selanjutnya: Jangan Berhenti Di Sini
Kesuksesan Jumbo memang patut dibanggakan, tapi jangan sampai bikin kita terlena. Jumbo memang sudah jadi top animasi Indonesia, tapi perjalanan belum selesai. Justru sekarang saatnya untuk lebih bersinar. Kita butuh lebih banyak cerita orisinal, lebih banyak eksplorasi budaya lokal, dan lebih banyak kolaborasi lintas disiplin. Pemerintah, swasta, dan masyarakat harus terus jadi “baterai” yang menghidupkan industri animasi nasional. Jangan sampai Jumbo jadi one hit-wonder. Kita harus pastikan estafet ini terus berjalan, dari Si Juki ke Jumbo, lalu ke karya-karya berikutnya yang lebih berani dan mendunia.
Jumbo sudah membuktikan bahwa karya lokal bisa jadi top di negeri sendiri, bahkan siap bertarung di panggung dunia. Sekarang, saatnya kita semua penonton, kreator, pemerintah, dan investor berani bermimpi lebih besar. Karena kalau Jumbo saja bisa, kenapa animasi Indonesia harus berhenti di sini? Mari kita kawal bersama, supaya kelak, anak-anak kita nggak Cuma bangga nonton animasi luar, tapi juga bisa bilang, “Itu, loh, film dari Indonesia. Keren, kan?”
Sumber : Tirto.id
Penulis : Putri Farras Lutfiah
Fotografer : -
Editor: editor